Beberapa waktu yang lalu gue baru saja berkenalan dengan Merajut Indonesia.
Jujur saja ketika pertama kali gue mendengar istilah tersebut, reaksi
pertama gue dalam hati adalah : duh, tapi kan gue gak bisa merajut! Takutnya
nanti jadi yang paling bengong dan kemudian tersisih dari pergaulan nih! *plak*
Sampai akhirnya gue pun memberanikan diri untuk ikut bergabung dan menonton IG Live
Bincang Mimdan #8 di akun @merajut_indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 28
Juni 2022. Event super berfaedah tersebut dibawakan oleh Evi Sri Rezeki sebagai
host dan Eva Sri Rahayu sebagai nara sumber yang membawakan tema Sejarah
dan Budaya dalam Novela Platform Digital.
Setelah gue selesai menonton IG Live tersebut tentu saja gue merasa tercerahkan,
tapi kemudian mikir lagi : KOK GAK NGEBAHAS TENTANG MERAJUT SIH?!
Tentang Merajut Indonesia
Pertanyaan itulah yang akhirnya membawa gue ke website Merajut Indonesia dan barulah paham.
Ternyata Merajut Indonesia merupakan sebuah program yang diinisiasi oleh PANDI untuk mendigitalisasi aksara Nusantara yang ada
di Indonesia dalam bentuk digital sehingga bisa diakses dan dipergunakan di
internet melalui gadget seperti laptop atau telfon genggam.
Wah, sungguh sebuah program yang keren sekali dan harus kita dukung bersama
nih!
PANDI (Pengelola Nama Domain Indonesia) saat ini mengembangkan website Merajut Indonesia yang diproyeksikan sebagai rujukan bagi pembelajaran aksara nusantara di kemudian hari. Hal ini sebagai salah satu upaya PANDI untuk melestarikan dan mengembangkan aksara nusantara.
Iya juga sih kalo gak segera dibuat dalam versi digital, bisa-bisa aksara nusantara
punah karena sulit diakses. Keberadaan Merajut Indonesia merupakan respon
terhadap globalisasi dan modernisasi dengan tetap mempertahankan nilai-nilai
budaya Indonesia. Kita butuh versi digitalnya supaya generasi saat ini bisa
mengaplikasikannya dan aksara nusantara tetap lestari.
Kalo bisa sih di-viral-in aja lah! Anak zaman sekarang kan paling bisa tuh
bikin konten viral! Justru yang kayak begini nih yang pantas untuk diviralkan,
bukannya yang…ah sudahlah hehehe
Sejarah & Budaya dalam Novela Platform Digital
IG Live Bincang Mimdan #8 mengangkat tema yang sangat menarik tentang Sejarah dan Budaya
dalam Novela Platform Digital. Ternyata Mimdan tuh merupakan kepanjangan dari
Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara. Dan yang gue tonton
kemaren udah sesi ke-8 aja lho, harus segera kepo-in sesi 1 sampai 7 di akun
@merajut_indonesia nih biar makin manteb.
Secara pribadi gue memang sudah mengenal kembar Evi dan Eva karena kita
sama-sama blogger.
Walau belum sempat membaca novelnya, tapi tentu saja gue juga sudah
mengetahui bahwa Eva menulis sebuah novel dengan latar belakang sejarah dan
mitologi yang mengambil lokasi di Candi Borobudur dengan judul : Novela Labirin
Delapan.
Ketika Eva menceritakan tentang perjuangannya dalam menulis novel, gue sih
hanya bisa terkagum-kagum. Sinopsis dari novel tersebut kurang lebih tentang
delapan orang yang terjebak di dalam sebuah ruang rahasia di dalam Candi
Borobudur dan berusaha untuk membebaskan diri dengan cara memecahkan berbagai
misteri di reliefnya.
Kebayang dong harus bisa membangun delapan karakter dengan latar belakang yang
berbeda. Kemudian menyusun berbagai misteri untuk dipecahkan. Trus latar
belakangnya Candi Borobudur pulak, yang mana harus melakukan berbagai riset sejarah
supaya jalan ceritanya bisa dipercaya. Itu sih gue bayanginnya aja udah pengen
pingsan duluan hahaha *anaknya lemah*
Berdasarkan penuturan dari Eva, proses riset dan penulisan novel tersebut
sudah dilakukan sejak tahun 2019, lumayan lama juga yah. Untuk bisa mewujudkan
ide atau gagasan dalam sebuah karya memang membutuhkan proses panjang. Menurut
Eva, ketika ia sedang menyelami sejarah dan kebudayaan untuk menjalani riset, ia
jadi bisa turut merasakan jejak-jejak kebudayaan yang pada akhirnya membuat ia bisa
bertumbuh.
Tantangan bagi Eva dalam membuat novel dengan latar belakang sejarah adalah
mengusahakan agar sejarah dan budaya yang terkandung dalam novel tersebut tidak
hanya sekadar tempelan saja, tapi harus mampu menjadi
penggerak cerita. Jangan sampai kita hanya menjual budaya, tapi harus banyak isi cerita yang mengisahkan tentang sejarah atau
pun mitologinya. Pastinya benar-benar membutuhkan riset yang mendalam yah baik riset lapangan mau pun riset literatur.
Eva juga memberikan tips tentang bagaimana caranya membangun sebuah
karakter yang terasa nyata. Menurut Eva dalam penulisan sebuah novel terdapat tiga
tulang punggung yang dibutuhkan yaitu : plot, struktur dan karakter.
Untuk bisa membangun sebuah karakter yang nyata buatlah karakter yang memiliki
banyak masalah dan kekurangan supaya pembaca bisa merasa simpati. Iya juga sih,
semakin tokohnya menderita biasanya semakin kita merasa terikat secara
emosional sama si tokoh tersebut yaah haha.
Untuk mengikuti perkembangan zaman, saat ini novel tersebut sudah bisa diakses melalui platform digital.
Eva merasakan perbedaan antara menerbitkan novel secara konvensional dan secara digital. Menurut Eva proses penulisan novel di platform online harus lebih cepat, tapi bertahap. Ia juga dapat berinteraksi langsung dengan pembaca. Berbeda dengan menerbitkan novel secara konvensional yang mana ketika karyanya sudah terbit ya udah selesai aja dan gak bisa diotak-atik lagi.
Eva juga membahas tentang keberadaan nasib buku cetak setelah tumbuhnya platform online di era digital ini. Menurut Eva, justru saat ini industri penerbitan konvensional sudah mulai banyak yang mendirikan platform online sendiri. Sehingga penerbit tidak menganggap platform online sebagai saingan yang mematikan, tapi transformasi ke arah yang positif.
Platform digital justru membantu menumbuhkan literasi pada masyarakat karena memudahkan akses untuk membaca.
Wah, beneran seru nih Bincang Mimdan #8 karena jadi lebih paham tentang sejarah dan seluk-beluk platform digital. Udah gak sabar deh nungguin Bincang Mimdan yang berikutnya. Kalo ada yang kepo pengen nonton IG live-nya, cus langsung aja melipir ke akun @merajut_indonesia yah!
Bincang-bincangnya bergizi bingits yah. Keren pisan 🤩😂👍 Asyek, seru, tercerahkan yes 🤩😂 seruan mana sama drakor? Mending candi Borobudur atau kerajaan Joseon? 😂
ReplyDeleteiya mba, sekarang banyak novelis yang angkat sisi budaya yaa.. dan memang salah satu yg menantang banget itu membangun karakter. susah pol rasanya hahah
ReplyDeleteSaya senang bisa ikutan di #8 Mimdan ini. Meski malu, Mimdan satu sampai tujuhnya saya kemana aja ya? Hehehe ...
ReplyDeleteSemoga bisa ikutan di MIMDAN selanjutnya ya kita
Lihat acara ini jadi kagum deh sama penulis yang berdasarkan budaya dan sejarah ya. Kebayang deh rumit dan lamanya riset buat ceritanya. Aku jadi penasaran dengan novelnya Eva ini. Mau nyari aaah. Kayaknya bakalan suka deh.
ReplyDeleteWah aku baru tau ada platform ini semoga generasi muda jadi lebih senang dengan sejarah dan budaya kalau pengemasannya dengan karya2 yg menarik
ReplyDeleteTeh Eva ini dulu kakak tingkat aku di kampus, keren banget teh Eva ih sekarang, salut. Digitalisasi emang gak terhindarkan ya teh, tapi memang kadanga ada sensasi berbeda kalau kita baca buku digital dan buku cetak.
ReplyDeleteWah keren ini acaranya, saya malah suka novel yang seperti ini, genre novel detektif dan ada unsur budayanya. Ternyata yang jadi host dan narsum itu kembaran ya
ReplyDeleteWidih baca tips membuat karakter nyata melalui berbagai penderitaan ini jadi ilmu baru buatku. Relate yah sama kehidupan, kadang kita merasa paling menderita. Padahal mah biasa aja. Seru deh bincang mimdan #8 ini banyak insight tentang platform digital.
ReplyDeleteMbaaak .. belum baca banyak sudah bikin ngakak wkwkwk. Jadi ingat, pernah ada event ngundang blogger. Habis talkshow ada kegiatan merajutnya ... kumenolak ikut soalnya asli gak suka ... berasa tersiksa kalau harus merajut wkwkwk.
ReplyDeleteNah untungnya merajut Indonesia ini istilah saja ya ... bayangin seluas apa yang mau dirajut kalo merajut beneran. :D
Widih jago banget teh Eva bikin novelnya berlatar belakang budaya ya. Udah mundur teratur kalau aku... Kayaknya kalau difilmkan bagus ini. Mudah2an ada yang tertarik ya.
ReplyDeleteHmm jadi inget nih. Anakku mau pindah sekolah dan di sekolah barunya ada pelajaran Bahasa Lampung 😁 siap siap ibunya merecall tentang aksara dan bahasanya.
ReplyDeletesisi budaya Indonesia memang cantik dan menarik ya mba.. akan sangat baik kalau kita bisa tampilkan dalam berbagai occasions
ReplyDeleteaku jadi penasaraan nih mb... memang banyak hal menarik yang bisa kita gali dari budaya kita yaa
DeleteSerunya dunia literasi digital, dengan lahirnya semakin banyak platform bacaan, seperti Novelta.
ReplyDeleteYang hobi membaca pun jadi bisa memilih platform favoritnya.
aku pernah nih gagap bahasa daerah pas SD, gara2 pindah dari surabaya ke bandung, jawa timur ke jawa barat wkwkwk
ReplyDeleteKyknya emang paling gak mudah membuat tulisan dengan latar belakang sejarah yang katanya beneran ada ya mbak. Kudu melalui banyak riset dulu.
ReplyDeleteBanyak yang bisa digali. Kalau Indonesia bikin drama dari tulisan2 gini atau dengan setting kyk drakor saeguk gitu pasti gak kalah mestinya :D
Aku slaah satu pengguna platform gidital untuk membaca dan sepakat banget mbak jika platform digital dpt membantu menumbuhkan literasi pada masyarakat karena memudahkan akses untuk membaca.
ReplyDeleteWah, ceritanya menarik banget ya bi, mengangkat sejarah dan budaya. Terlebih lagi ini yang diangkat lokasinya adalah Candi Borobudur. Keren banget, selamata mbak Eva..keep inspiring
ReplyDeleteAku tuh baru ja mau komen kok host ama narsumnya mukanya miriiip banget...Eh ternyata emang beneran kembar ya? Aku sering denger nama keduanya di grup blogger, tapi nggak tau kalau kembar. Btw, terobosan dan usaha PANDI buat melestarikan aksara nusantara itu menarik banget. Biar semua kenal lagi gitu. Aku yg orang jawa aja nggak bisa baca aksara jawa...
ReplyDeleteNgomongin budaya dan sejarah indonesia termasuk aksara nusantara emang ga ada habisnya mba, sayangnya kadang penyampaian kurang menarik jd generasi muda lebih tertarik sama budaya lain. Coba deh nanti saya juga pengen ikut live IGnya mudah2an cara penyampaiannya seru jd kita tertarik utk mendalami lebih🙏😍
ReplyDeleteKeren ini tema bincang Merajut Indonesia-nya.
ReplyDeleteSalut pada Mba Eva yang mampu menjadikan latar belakang sejarah dan budaya tidak hanya sekadar tempelan saja, tapi juga menjadi penggerak cerita.
Jadi penasaran baca novelnya
Seru banget ini bincang-bincangnya tentang sejarah dan budaya, kalau aku tuh selalu tertarik kalau ngobrolin budaya karena sudah pasti akan menarik dan akhirnya banyak tau juga keragaman budaya.
ReplyDeleteSisi budaya Indonesia ru menarik banget kalo dijadikan latar ya mbak dan ga sembarang latar asal nempel harus pake riset spy latqrnya hidup. Aku suka novel dng latar sejarah kebayang penulisnya butuh effort bgt ga hanya.mengjidupkan kqrakter tapu.latqr sejqrahnya juga harua bisa dipertqnggungjawabkan
ReplyDeleteKetika sejarah dan budaya diangkat pula dalam sebuah novel, kebayang betapa ada sensasi berbeda saat membacanya. Sambil membaca novel, ya sambil belajar sejarah dan budaya Indonesia juga.
ReplyDeleteKarena kenal baik sama Eva fsn bareng hafir fi launching salah satu product Sido Muncul dan lunch bareng Pemilik Sido Muncul langsung ah menuju @merajut_indonesia.
ReplyDeleteAku selalu kagum dengan para penulis novel yang bisa memasukan unsur sejarah dan budaya dalam ceritanya. Seperti Gadis Pakarena karya Daeng Khrisna Pabichara itu menjadi salah satu novel pertama yang aku baca. Langsung jatuh cinta. Nah, kayaknya novel karya Mba Eva ini wajib aku masukin list bacaan deh.
ReplyDeleteSejak marak penulisan novel di platform online, saya pun sempat ikut merasa sedih dan kasihan sama industri penerbitan konvensional. Tapi syukurlah sekarang penerbit konvensional itu juga sudah mulai banyak yang mendirikan platform online sendiri ya. Gak lagi merasa telah mati tapi sudah bertransformasi ke arah yang positif.
ReplyDeletealhamdulillah jadi ini bukan merajut benang gitu yaa tapi belajar budaya Indonesia melalui novel yang ditulis Teh Eva. Aih ... kece amat ini novel mengangkat setting di Candi Borobudur. Belajar sejarah dan kekayaan Indonesia melalui baca novel.
ReplyDeleteNulis novel itu memang butuh effort yang besar. Risetnya kadang lamaa..saluut, deh!
ReplyDeleteJadi penasaran dengan novel dengan latar belakang Candi Borobudurnya
Mba Eva ini keren banget. Bikin novel dengan latar belakang Candi Borobudur. Yang mana dalam penulisan novelnya riset dulu. Risetnya juga gak main-main, dimulai dari tahun 2019.
ReplyDeleteWkwkwk.. Asli pertama saya sudah menduga cerita tentang merajut kata dari novelis, tapi pas baca atasnya mba sebut merajut kerajinan tangan.. Sempat terkecoh juga. Eh endingnya bener kaan ttg novelis cerita borobudur.
ReplyDeleteBagus banget acaranya. Memang ya budaya nusantara termasuk aksara nusantara harus dilestarikan. Biar nggak hilang. Di Jogja juga mulai ada nih penggerak aksara jawa. Komunitas ini mengajak generasi muda mengenal dan mau mempelajari aksara jawa.
ReplyDeleteAku pikir tadinya komunitas merajut benang gitu hihihi ternyata bukan. Ternyata ini platform digital untuk digitalisasi aksara, bagus juga ya
ReplyDeleteIni karya teh Eva ya,teh,?
ReplyDeleteDuo kembar panutan ini. Sama sama senang menulis kisah sejarah ya
Kalau teh Evi nulis novel sejarah juga
Uhhh, Teteh kembar ini panutan bangeett dah.
ReplyDeleteSelalu bangga dgn capaian dan kiprah mereka, apalagi ini menjabarkan seputar PANDI, aselik milenial dan Gen Z wajiiibb buat viraliin
Program mendigitalisasi aksara Nusantara ini menurutku sangat keren. Jujur selama gak sekolah, aku tuh lupa aksara Jawa. Jadi pas keponakan belajar, aku ikut belajar lagi. Jangan sampai gak bisa dan malah punah ya kan
ReplyDeleteBtw soal novelnya Mbak Eva ini, nanti kucek deh
Waah kegiatannya positid sekali, sarat akan ilmu. Sukaak kalau kita banyak menghasilkan karya yang berhubungan dengan kebudayaan kita yang beragam dan masih di lestarikan.
ReplyDeleteTerobosan baru ya sekarang, makin banyak orang memilih platform digital untuk membaca novel. Semoga karya Eva banyak diminati ya. Kebayang deh risetnya tentang latar belakang tempatnya. Keren banget deh.
ReplyDeleteBegitu baca judul, saya udah mikir yah engga bisa merajut deh saya, hehe ... Kerennya Teh Eva bikin novel berlatar belakang budaya. Pasti engga mudah tapi dia bisa bikinnya. Jadi penasaran pengen baca novelnya.
ReplyDeleteAku mulai berpikir ketika membaca judul merajut Indonesia, apakah merajutnya melalui kata. Pokoknya mah keren teh sekarang jaman digital harus kita sesuaikan ya, menulis novel pun by digital
ReplyDelete