Sebelum
nge-heits kebiasaan pajang-pajang foto di media sosial, gue termasuk oknum yang
rajin nyetak dan ngumpulin berbagai foto untuk disusun dalam album foto.
Mungkin
karena pada saat itu belum era digital dan kita masih pake kamera tanpa kamera
depan yang gak bisa dipake selfie itu lah yah. Ribet banget ya Allah, kalo mau
dipake harus beli film isi 24 atau 36 dulu. Itu pun ketika dicetak belum tentu
hasilnya bagus semua, ada yang kebakar atau kita-nya lagi merem. Gak bisa dikit-dikit
jekrek di setiap situasi. Ya udah lah pasrah aja sih.
Setelah
itu filmya dicetak dalam bentuk foto dan kita mendapat klise atau negatif film sebagai backup, yang mana di
kemudian hari klise-nya sudah dipastikan akan raib tertelan dalam keheningan
malam *apasih*.
Gue
juga heran dengan fakta aneh bahwa klise atau negatif film itu SUDAH PASTI
bakal hilang lho. Semacam tersedot dengan ajaib dalam ketiadaan gitu sih,
lenyap tak berbekas walaupun perasaan sudah disimpan baik-baik. Bahkan klise
foto/negatif film waktu acara pernikahan gue pun hilang tak tentu rimbanya lho.
Padahal itu moment yang sangat sakral, tapi tetep aja sih.
Aku
tydack paham dengan misteri kehidupan ini!
Kayla & Fathir versi unyu-munyu |